Idhofah;

Berbicara idhofah, bukan lagi berbicara mengenai struktur kalimat bahasa Arab atau posisi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab. Akan tetapi, lebih kepada gabungan dua kata sehingga menimbulkan makna lain, di mana ke dua kata tersebut mempunya makna sendiri. Dalam bahasa Indonesia, idhofah bisa dikategorikan sebagai kata majemuk. Untuk lebih lanjut, mari simak penjelasan berikut:

Pengertian Idhofah

Dalam kitab Alfiyah, pembahasan idhofah secara khusus dalam satu bab, yaitu bab idhofah (باب الاضافة). Definisinya seperti yang syekh Musthofa al-Ghulayaini jelaskan dalam kitab Jamiu’ al Durus, yaitu:

نِسْبَةٌ بَيْنَ اسْمَيْنِ عَلَى تَقْدِيْرِ حَرْفِ الْجَرِّ تُوْجِبُ جَرَ الثَّانِيْ أَبَدًا

“hubungan antara dua isim dengan menaqdirkan huruf jarr yang mewajibkan ‘irob jarr/khofadz pada isim yang kedua selamanya”

Idhofah yaitu gabungan dua isim (kata benda) di mana kedua isim tersebut mempunya makna masing-masing walaupun tidak digabungkan. Penggabungan dua kata tersebut dalam bahasa Indonesia terkenal dengan istilah kata majemuk.

Perhatikan contoh-contoh berikut:

مَعْجُوْنُ الْأَسْنَانِ

“Pasta gigi”

Kata tersebut gabungan dari dua kata, yaitu مَعْجُوْنٌ yang mempunya arti “pasta, adonan, dan krim” dan الْأَسْنَانُ yang berarti “gigi”

قَلَمُ الرَّصَاصِ

“Pensil”

Kata tersebut gabungan dari dua kata, yaitu قَلَمٌ yang mempunyai arti “pulpen”, dan رَصَاصٌ berarti “timah dan peluru”

Kedua contoh tersebut sama seperti kata majemuk di dalam bahasa Indonesia, contoh: Rumah sakit, rumah makan, sikat gigi, dan lain-lain.

Rukun-rukun idhofah dan syarat-syaratnya

Berhubung idhofah gabungan dari dua isim, maka rukunnya ada dua, yaitu:

1. Mudhaf

Mudhaf yaitu isim yang berada di awal dalam susunan idhofah. I’rob mudhaf bisa berubah-rubah sesuai ‘amil yang berada sebelumnya. Mudhaf bisa beri’rob rofa ketika berada pada posisi kalimat yang mengharuskannya rofa’. Misalnya, menjadi mubtada, contoh: لِبَاسُ عَلِيٍّ فِي الْخِزَانَةِ (Baju Ali ada di dalam lemari), atau menjadi fa’il, contoh: نَظُفَ لِبَاسُ عَلِيٍّ (Baju Ali bersih). Bisa beri’rob nashob ketika berada pada posisi kalimat yang mengharuskannya nashob. Misalnya, seperti menjadi maf’ul bih, contoh: رَأَيْتُ لِبَاسَ عَلِيٍّ فِي الْخِزَانَةِ (Saya melihat baju Ali di dalam lemari). Bisa juga beri’rob khofad ketika berada pada posisi kalimat yang mengharuskannya khofad. Misalnya, seperti menjadi makhfudz karena berada setelah huruf khofadz, contoh: اِشْتَرَيْتُ اللِّبَاسَ كلِبَاسِ عَلِيٍّ (Saya membeli sebuah baju seperti baju milik Ali)

Syarat mudhaf yaitu harus kosong dari alif lam dan tanwin. Walaupun isim yang menjadi mudhof berupa isim munsharif (isim yang bisa menerima tanwin), tapi ketika menjadi mudhaf harus kosong dari tanwin. Misalnya, seperti contoh lafadz قَلَمٌ menjadi قَلَمُ عَلِيٍّ (Pulpen Ali). Syarat tersebut seperti kaidah dalam syair berikut:

شَرْطُ الْمُضَافُ أَنْ يَكُوْنَ خَالِيًا        *       مِنْ أَلْ وَالتَّنْوِيْنِ تَكُوْنُ سَاوِيًا

“Syarat mudhaf yaitu kosong dari alif lam (ال) dan tanwin (ـــًــٍــٌ)”

2. Mudhaf ilaih

Mudhaf ilaih yaitu isim yang berada setelah mudhaf. Irobnya wajib khofad/Jarr. Tanda khofadnya tergantung kalimat yang menjadi mudhaf ilaih. Misalnya, tanda khofad dengan kasroh, contoh قَلَمُ عَلِيٍّ (pulpen milik Ali), tanda khofad dengan fathah, contoh قَلَمُ فَاطِمَةَ (Pulpen milik Fatimah), atau tanda khofad dengan ya (ي), contoh قَلَمُ الزَّيْدِيْنَ (Pulpen milik banyak Zaid).

Syarat mudhaf ilaih yaitu harus ada antara ta’rif (ال) atau tanwin. Syarat tersebut seperti kaidah dalam syair berikut:

مُخَيَّرًا بَيْنَ التَّعْرِيْفِ وَالتَّنْوِيْنْ         *       وَالْمُضَافُ إِلَيْهِ شَرْطٌ مَا قُرِنْ

“Syarat mudhaf ilaih yaitu wajib memilih antara ta’rif (ال) dan tanwin (ـــًــٍــٌ)”

Macam-macam idhofah

Ada dua macam idhofah, yaitu:

1. Mahdhoh

Idhofah mahdhoh disebut juga sebagai idhofah ma’nawi. Definisinya, yaitu:

ضَمُّ اسْمٍ إِلَى اسْمٍ بِقَصْدِ تَخْصِيْصِهِ أَوْ تَعْرِيْفِهِ

“menggabungkan dua isim dengan tujuan takhsis (mengkhususkan) atau ta’rif (mema’rifatkan)”

Berdasarkan definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tujuan dari idhofah mahdloh ada dua, yaitu:

  • Takhsis (mengkhususkan), yaitu:

إِذَا كَانَ الْمُضَافُ إِلَيْهِ مُنَكَّرًا

“Apabila mudhaf ilaih berupa isim nakiroh (umum)”

Contoh: قَلَمُ رَجُلٍ (pulpen milik seseorang lelaki). Lafadz

  • Ta’rif (mema’rifatkan), yaitu:

إِذَا كَانَ الْمُضَافُ إِلَيْهِ مُعَرَّفًا

“Apabila mudhaf ilaih berupa isim ma’rifat” Contoh: قَلَمُ عَلِيٍّ (pulpen milik Ali)

Tanda Idhofah Mahdhoh

Adapun tanda dari idhofah mahdhoh ada tiga, yaitu:

  • Bermakna مِنْ (dari) dengan ketentuan: إِذَا كَانَ الْمُضَافُ جُزْءًا مِنَ الْمُضَافِ إِلَيْهِ (apabila mudhaf bagian dari mudhaf ilaih), contoh: لِيْ خَتَمُ حَدِيْدٍ (saya mempunya cincin dari besi).
  • Bermakna في (di dalam) dengan ketentuan: إِذَا كَانَ الْمُضَافُ مَظْرُوْفًا بِالْمُضَافِ إِلَيْهِ (apabila mudhaf di dalam mudhaf ilaih), contoh: أَتَعَوَّدُ بِنَوْمِ اللَّيْلِ (saya terbiasa tidur di malam hari).
  • Bermakna لِــ (kepunyaan) dengan ketentuan: إِذَا كَانَ الْمُضَافُ مَمْلُوْكًا بِالْمُضَافِ إِلَيْهِ (apabila mudhaf dimiliki mudhaf ilaih), contoh: رَأَيْتُ قَلَمَ عَلِيٍّ (saya melihat pulpen milik Ali).

2. Ghair Mahdhoh

Idhofah ghair mahdhoh disebut juga sebagai idhofah lafdzi. Definisinya yaitu mengidhofahkan isim sifat seperti, isim fa’il, isim maf’ul, atau isim sifat musabahat, yang menyerupai fi’il mudhori’ terhadap ma’mulnya. Idhofah ini tidak bertujuan takhsis atau ta’rif, hanya bertujuan لِلتَّخْفِيْفِ (supaya ringan/sederhana) dengan membuang tanwin atau nin, seperti:

  • Idhofah isim fa’il terhadap ma’mulnya, contohnya: رُبَّ رَاجِيْنَ (Banyak sekali orang yang mengharapkan kami)
  • Idhofah isim sifat musyabahat terhadap fa’ilnya, contohnya: عَظِيْمُ الْأَمَلِ (Yang amat besar pengharapannya)
  • Idhofah isim maf’ul terhadap naibul fa’ilnya, contoh: مُرَوَّعُ الْقَلْبِ (yang takut hatinya), قَلِيْلُ الْحِيَلِ (yang sedikit daya upayanya)

Keterangan mengenai idhofah ghoir mahdhoh ini terdapat dalam kitab Alfiyah berikut:

وَإِنْ يَشَابِهِ الْمُضَافُ يَقْعَلُ          *               وَصْفًا فَعَنْ تَنْكِيْرِهِ لَا يُعْزَلُ

كَرُبَّ رَاجِيْنَا عَظِيْمِ الْأَمَلِ             *               مُرَوَّعِ الْقَلْبِ قَلِيْلِ الْحِيَلِ

“Apabila mudhaf berupa isim sifat yang menyerupai fi’il mudhari’ maka hukumnya tidak lepas dari kenakirohannya”

“Seperti lafadz رُبَّ رَاجِيْنَا (Banyak sekali orang yang mengharapkan kami), عَظِيْمُ الْأَمَلَ (Yang amat besar pengharapannya), مُرَوَّعُ الْقَلْبِ (Yang takut hatinya), dan قَلِيْلُ الْحِيَلِ (Yang sedikit daya upayanya)”

Baca juga:

Kata Dalam Bahasa Arab (Isim, Fi’il, dan Huruf)

Maful Min Ajlih; Pengertian, Contoh dan Syarat-syaratnya

Maful Maah (المفعول معه); Pengertian dan Syarat-syaratnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *