Pengertian Isim Maushul
Sama seperti Isim isyarah, isim maushul juga termasuk bagian dari isim ma’rifat. Bedanya, isim isyarah bertujuan untuk menunjukkan sesuatu dengan perantaraan isyarat sedangkan isim maushul bertujuan untuk menghubungkan beberapa kalimat atau pokok pikiran menjadi satu kalimat yang utuh. Adapun pengertian isim maushul, Syekh Musthofa al-Ghulayaini dalam kitabnya Jami’u al-Durus, menjelaskannya sebagai berikut:
مَا يَدُلُّ عَلَى مُعَيَّنٍ بِوَاسِطَةِ جُمْلَةٍ أَوْ شِبْهِهَا تُذْكَرُ بَعْدَهُ تُسَمَّى صِلَةً
“Isim yang menunjukkan sesuatu yang ditentukan dengan perantaraan jumlah atau syibhu jumlah yang berada setelah isim maushul yang disebut sebagai shilah”
Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa isim maushul merupakan isim yang bertujuan untuk menunjuk sesuatu yang ditentukan dengan adanya perantara berupa jumlah (kalimat) ataupun syibhu jumlah. Jumlah tersebut bisa berupa ismiyyah maupun fi’liyyah, sedangkan syibhu jumlah bisa berupa jar majrur atau pun dharaf yang semuanya berada setelah isim maushul. Status jumlah dan syibhu jumlah tersebut disebut sebagai shilah dan harus ada a’id (yang kembali) yang sesuai dengan isim maushul. Kita perhatikan contoh kalimat berikut:
جَاءَ التِّلْمِيْذُ الَّذِيْ وَجْهُهُ جَمِيْلٌ
“Telah datang seorang murid yang wajahnya ganteng”
Berdasarkan contoh tersebut, bisa kita lihat yang menjadi isim maushul yaitu lafadz الذي yang mempunyai arti “yang”. Kehadiran isim maushul tersebut menjadi penghubung antara lafadz جَاءَ التِّلْمِيْذُ (seorang murid telah datang) dan وَجْهُهُ جَمِيْلٌ (wajahnya ganteng). Dengan adanya isim maushul tersebut menjadi penghubung antara lafadz sebelum isim maushul dengan lafadz setelahnya, sehingga pesan menjadi lebih jelas.
Macam-macam isim maushul
Terdapat dua macam isim maushul, di antaranya:
1. Khass
yaitu isim maushul yang berdasarkan jumlah (mufrod, muannats, jamak) dan mudzakkar juga muannatsnya. Jumlahnya ada enam, yaitu:
- الَّذِيْ untuk mufrod mudzakkar (1 laki-laki), contoh:
نَجَحَ الَّذِيْ اِجْتَهَدَ
“dia (1 orang laki-laki) yang sungguh-sungguh telah sukses”
- الَّتِيْ untuk mufrodah muannatsah (1 perempuan), contoh:
نَجَحَتْ الَّتِيْ اِجْتَهَدَتْ
“dia (1 orang perempuan) yang sungguh-sungguh telah sukses”
- اللَّذَانِ dan اللَّذَيْنِ untuk mutsanna mudzakkar (2 laki-laki), contoh:
نَجَحَ اللَّذَانِ اِجْتَهَدَا
“mereka (2 orang laki-laki) yang sungguh-sungguh telah sukses”
رَأَيْتُ اللَّذَيْنِ اِجْتَهَدا
“saya melihat mereka (laki-laki 2 orang) yang sungguh-sungguh”
- اللَّتَانِ dan اللَّتَيْنِ untuk mutsanna muannats (2 perempuan), contoh:
نَجَحَتِ اللَّتَانِ اجْتَهَدَتَا
“mereka (2 orang perempuan) yang sungguh-sungguh telah sukses”
رَأَيْتُ اللَّتَيْنِ اِجْتَهَدَتَا
“saya melihat mereka (2 orang perempuan) yang sungguh-sungguh”
- الَّذِيْنَ untuk jamak mudzakkar (laki-laki), contoh:
نَجَحَ الَّذِيْنَ اجْتَهَدُوْا
“mereka (laki-laki banyak) yang sungguh-sungguh telah sukses”
- اللَّآتِيْ dan اللَّآئِيْ untuk jamak muannats (perempuan), contoh:
نَجَحَتْ اللَّآتِيْ اِجْتَهَدْنَ
“mereka (laki-laki banyak) yang sungguh-sungguh telah sukses”
Catatan:
Mudzakkar dan muannats di sini tidak hanya untuk yang berakal (manusia) saja, tapi juga berlaku untuk yang tidak berakal (benda, hewan, tumbuhan dan lainnya). Perhatikan contoh kalimat berikut:
اِشْتَرَيْتُ الْحَقِيْبَةَ الَّتِيْ سَأَسْتَعْمِلُهَا فِي الْمَدْرَسَةِ
“saya telah membeli tas yang akan saya gunakan di sekolah”
2. Musytarok
yaitu isim maushul yang tidak berdasarkan pada jumlah (mufrod, muannats, jamak) dan mudzakkar juga muannatsnya. Lafadznya ada tujuh, yaitu:
- مَنْ mempunyai arti “siapa” dan penggunaannya untuk yang ber’akal (manusia), contohnya:
نَجَحَ مَنْ اِجْتَهَدَ
“Orang yang sungguh-sungguh telah sukses”
Walau demikian, ada من yang penggunaannya untuk ghair ‘aqil seperti contoh:
أَسِرْبَ الْقُطَا هَلْ مَنْ يُعِيْرُ جَنَاحَهُ # لَعَلِّي إِلَى مَنْ قَدْ هَوَيْتُ أَطِيْرُ
“Hai iring-iringan burung qutho (merpati), adakah yang mau meminjamkan sayapnya kepadaku? Agar aku dapat terbang menemui orang yang aku cintai”
Yang menjadi contoh adalah kalimat مَنْ يُعِيْرُ (siapa yang hendak meminjamkan), di mana maksud من dalam kalimat tersebut yaitu burung merpati yang jelas-jelas ghair ‘aqil.
- ما mempunya arti “sesuatu” dan penggunaannya untuk yang tidak berakal, contohnya:
أَنْفَعَنِيْ مَا تَعَلَّمْتُ
“sesuatu yang telah aku pelajari bermanfaat buatku”
Akan tetapi, ada ما yang penggunaannya untuk yang berakal, contoh dalam al-Qur’an berikut:
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلَاثَى وَرُبَاعَ
“nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat…”
Yang menjadi contoh adalah kalimat ما طاب لكم (wanita yang kamu senangi). Arti ما dalam contoh tersebut mempunyau arti wanita yang mana termasuk ke dalam berakal.
- أَيٌّ untuk yang berakal dan yang tidak berakal, contohnya:
أَعْطِهَا أَيَّ شَيْئٍ تَحْتَاجُهُ
“berikan dia apa yang dia butuhkan!”
إِبْدَأْ بِالصَدَقَةِ عَلَى أَيِّ النَّاسِ هُوَ أَقْرَبُ إِلَيْكَ
“mulailah bersedakah kepada siapapun yang lebih dekat denganmu”
- ذُوْ طَائِيَةٍ. penambahan طائية untuk membedakannya dengan ذو أسماء الخمسة yang mempunyai makna الصحبة (memiliki). ذو طائية ini sangat jarang sekali penggunaannya. Berikut contoh ذو dalam sebuah syair:
فَأَمَّا كِرَامٌ مُوْسِرُوْنَ لَقَيْتُهُمْ * فَحَسْبِيْ مِنْ ذُوْ عِنْدَهُمُ مَا كَفَانَيَا
“Apabila aku bertemu dengan orang-orang dermawan yang berkecukupan, maka cukuplah bagiku seseorang di antar mereka yang akan memberikan kecukupan kepadaku”
- ما ذا, contohnya:
مَا ذَا أَمَامَكَ؟ أَيْ مَا الَّذِيْ أَمَامَكَ؟
“apa yang ada di depanmu?
- من ذا, contohnya:
مَنْ ذَا أَمَامَكَ؟ أي مَنْ الَّذِيْ أَمَامَكَ؟
“siapa yang ada di depanmu?
Catatan: Syarat penggunaan ذا sebagai isim maushul yaitu harus adanya tambahan ما istifham dan من istifham, menjadi ماذا dan من ذا.
Baca juga:
Isim Istifham: Pengertian, lafadz dan contohnya
Isim Isyaroh; Kata Tunjuk dalam Bahasa Arab