Di dalam teks bahasa Arab, istisna’ merupakan bentuk struktur kalimat untuk pengecualian. Tidak hanya bahasa Arab, kata pengecualian pun ada di dalam bahasa Indonesia, contoh: semua murid sudah masuk kelas kecuali Rahmat. Contoh tersebut memberikan makna bahwa hanya Rahmat yang belum masuk kelas. Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan istisna’ berikut:
Pengertian Istisna’
Dalam kitab Jamiu’ al-Durus, definisi Istisna’ sebagai berikut:
إِخْرَاجُ مَا بَعْدَ إِلَّا أَوْ إِحْدَى أَخْوَاتِهَا مِنْ أَدَوَاتِ الْاِسْتِثْنَاءِ مِنْ حُكْمِ مَا قَبْلَهُ.
“Mengeluarkan hukum kalimat setelah Illa (إلا) atau setelah salah satu alat istisna’ lainnya dari hukum kalimat sebelumnya”
Contoh:
جَاءَ التَّلَامِيْذُ إِلَّا بَكْرًا
“Murid-murid sudah datang kecuali Bakri”
Berdasarkan contoh tersebut, lafadz جاء berperan sebagai hukum (عامل), التلاميذ berposisi sebagai fa’il dari lafadz جاء berperan sebagai mustasna minhu (dikecualikan dengan), lafadz إلا berperan sebagai adawat istisna’ (alat istisna’), dan بَكْرًا berperan sebagai mustasna (yang dikecualikan).
Rukun Istisna‘
Terdapat beberapa rukun yang perlu kita ketahui di dalam menyusun struktur kalimat istisna’, di antaranya:
1. Mustasna’ Minhu
Mustasna minhu yaitu:
الاِسْمُ الْوَاقِعُ قَبْلَ أَدَاةِ الْاِسْتِثْنَاءِ وَيَقَعُ عَلَيْهِ الْحُكْمُ بِالْكَامِلِ
“Isim yang berada sebelum alat istisna’ dan yang terkena hukum secara sempurna”
Mustasna minhu letaknya sebelum alat-alat istisna’. Dari segi makna, mustasna minhu biasanya lebih umum dibanding mustasna’. Perhatikan contoh berikut:
دَخَلَ الطُّلَّابُ إِلَّا حَامِدًا
“Para siswa sudah masuk kecuali Hamid”
Keterangan:
دَخَلَ : Fi’il sebagai hukum (‘amil)
الطُّلَّابُ : Berposisi sebagai Fa’il dan terkena hukum dari دَخَلَ (mustasna’ minhu)
إِلَّا : Alat istisna’ berupa huruf
حَامِدًا : sebagai mustasna’ (yg dikecualikan)
2. Alat Istisna’
Alat-alat istisna’ yaitu alat untuk mengecualikan mustasna dari hukum (‘amil) yang berlaku dalam suatu kalimat. Alat-alat tersebut bisa berupa huruf, isim, dan juga fi’il. Semuanya ada delapan, yaitu:
- إِلَّا (huruf), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ إِلَّا عَلِيًّا
- غَيْرُ (isim), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ غَيْرَ عَلِيٍّ
- سِوًى (isim), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ سِوَى عَلِيٍّ
- سُوًى (isim), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ سُوَى عَلِيٍّ
- سَوَاءٌ (isim), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ سَوَاءَ عَلِيٍّ
- خَلَا (fi’il), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ خَلَاعَلِيًّا أوخَلَا عَلِيٍّ
- عَدَا (fi’il), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ عدا عَلِيًّا أوعدا عَلِيٍّ
- حَاشَا (fi’il), contoh: جَاءَ التَّلَامِيْذُ حَاشَا عَلِيًّا أو حَاشَا عَلِيٍّ
3. Mustasna
Mustasna yaitu:
اِسْمٌ اُسْتُثْنِيَ مِنَ الحُكْمِ، يُذْكَرُ بَعْدَ أَدَاةِ الْاِسْتِثْنَاءِ
“Isim yang dikecualikan dari hukum (‘amil) dan berada setelah alat istisna’”
Mustasna merupakan isim yang dikecualikan dari hukum (‘amil) yang mengenai mustasna minhu.
4. Kalam
Dalam struktur kalimat istisna’, terdapat beberapa kalam yang perlu kita ketahui karena akan merubah status dan hukum mustasna. Kalam di dalam istisna terbagi tiga, yaitu:
1. Kalam Tam Mujab (تَامًّا مُوْجَبًا) – kalimat positif:
مَا ذُكِرَ فِيْهِ الْمُسْتَثْنَى والْمُسْتَثْنَى مِنْهُ وَلَمْ يَسْبِقْهُ نَفْيٌ أَوْ شِبْهُهُ
“yaitu kalam yang ada mustasna’ dan mustasna’ minhunya serta tidak berawalan nafyi atau yang serupa (syibhu) nafyi”
Contoh:
جَاءَ أَصْدِقَائِيْ إِلَّا فَارِسًا
“Teman-temanku sudah datang kecuali Faris”
Keterangan
جَاءَ : sebagai hukum (‘amil)
أَصْدِقَائِيْ : berposisi sebagai fa’il dari جاء dan berperan sebagai mustasna minhu
إِلَّا : alat istisna’
فَارِسًا : mustasna (yang dikecualikan dari hukum)
Catatan: yang termasuk huruf nafyi di antaranya: مَا، لَمْ، لَمَّا, لَا dan lain-lain. Sedangkan maksud syibhu nafyi, yaitu nahyi (kata larangan) dan istifham (kata untuk bertanya). Di dalam kalam tam mujab i’rob mustasna wajib di nashobkan.
2. Kalam Tam Manfi (تَامًّا مَنْفِيًّا) – kalimat negatif, definisnya:
مَا ذُكِرَ فِيْهِ الْمُسْتَثْنَى والْمُسْتَثْنَى مِنْهُ وَسَبَقَهُ نَفْيٌ أَوْ شِبْهُهُ
“yaitu kalam yang ada mustasna’ dan mustasna’ minhunya serta berawalan nafyi atau yang serupa (syibhu) nafyi”
Contoh:
مَا جَاءَ أَصْدِقَائِيْ إِلَّا فَارِسًا وَإِلَّا فَارِسٌ
“Teman-temanku tidak datang kecuali Faris”
Keterangan
مَا جَاءَ : sebagai hukum (‘amil) berawalan nafyi
أَصْدِقَائِيْ : berposisi sebagai fa’il dari جاء dan berperan sebagai mustasna minhu
إِلَّا : alat istisna’
فَارِسٌ/ فَارِسًا : mustasna (yang keluar dari hukum)
Catatan: I’rob mustasna’ dalam kalam tam manfi, bisa rofa’ juga bisa nashab. Ketika rof’a berposisi sebagai badal ba’di min kulli, sedangkan ketika nashob menjadi istisna’. Akan tetapi, jika mustasnanya munqathi, yaitu tidak sejenis antara mustasna dan mustasna minhu, maka wajib beri’rob nashob. Misalnya, mustasna minhunya merupakan kumpulan manusia sedangkan mustasnanya hewan, contoh:
مَا قَامَ الْقَوْمُ إِلَّا حِمَارًا
“Kaum itu tidak berdiri kecuali himar (keledai)”
3. Kalam Naqish (نَاقِصًا), definisnya:
مَا لَمْ يُذْكَرْ فِيْهِ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ وَسَبَقَهُ نَفْيٌ أَوْ شِبْهُهُ
“yaitu kalam yang tidak ada mustasna’ minhunya dan berawalan nafyi atau yang serupa (syibhu) nafyi”
Contoh:
مَا جَاءَ إِلَّا فَارِسٌ
“Hanya Faris yang datang”
Keterangan
مَا جَاءَ : sebagai hukum (‘amil)
إِلَّا : alat istisna’ mulghah (tidak ber’amal)
فَارِسٌ : berposisi sebagai fa’il dari ما جاء dan berperan sebagai mustasna’
Catatan: dalam Kalam naqish/mufarrogh i’rob mustasna’ sesuai dengan ‘amil sebelum alat istisna’. Jika ‘amil sebelumnya membutuhkan fa’il maka mustasna beri’rob rofa’. Jika ‘amil sebelumnya membutuhkan maf’ul bih, maka i’rob mustasna beri’rob nashob. Begitu juga, jika ‘amil sebelumnya membutuhkan jarr majrur maka mustasna beri’rob jarr. Perhatikan contoh-contoh berikut:
مَا جَاءَ إِلَّا فَارِسٌ
“Tidak ada yang datang kecuali Faris”
مَا رَأَيْتُ إِلَّا فَارِسًا
“Saya hanya melihat Faris”
مَا مَرَرْتُ إِلَّا بِفَارِسٍ
“Saya hanya melewati Faris”
Baca juga:
Huruf Athaf; Kata Penghubung Dalam Bahasa Arab
Isim Istifham: Pengertian, lafadz dan contohnya
Maful Maah (المفعول معه); Pengertian dan Syarat-syaratnya