Ilmu Nahwu;
Pengertian Ilmu Nahwu (حده)
Menurut etimologi, kata nahwu (نحو) mempunyai beberapa makna berikut:
- المثل (seperti), Contoh: زَيْدٌ نَحْوَ عَلِيٍّ (Zaid seperti Ali)
- القصد (bermaksud), Contoh: نَحَوْتُ نَحْوَ الْمَسْجِدِ(Saya bermaksud ke arah Ayahku)
- الجهة (arah) Contoh: نَحَوْتُ نَحْوَ الْمَسْجِدِ(Saya bermaksud ke arah Ayahku)
- المقدار (sejumlah), Contoh: عِنْدِيْ نُقُوْدٌ نَحْوَ أَلْفَيْنِ (Saya memiliku uang sejumlah dua ribu)
- القسم (bagian), Contoh:هَذَا الْأَمْرُ عَلَى ثَلَاثَةِ أَنْحَاءٍ (Urusan ini terdapat tiga bagian)
- البعض (sebagian), Contoh: أَكَلْتُ نَحْوَ الرَّغِيْفِ (Saya telah memakan sebagian roti)
Makna-makna tersebut seperti nadhom berikut:
قَصْدٌ وَمَثْلٌ جِهَةٌ مِقْدَارُ # قِسْمٌ وَبَعْضٌ قَالَهُ الْأَخْيَارُ
Sedangkan menurut terminologi, yaitu:
اْلعِلْمُ بِالْقَوَاعِدِ الَّتِيْ يُعْرَفُ بِهَا أَحْكَامُ أَوَاخِرِ الْكَلِمَاتِ الْعَرِبِيَّةِ فِيْ حَالِ تَرْكِيْبِهَا مِنَ الْإِعْرَابِ وَالْبِنَاءِ، وَمَا يَتْبَعُ ذَلِكَ
“Ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui hukum akhir kata bahasa Arab ketika tersusun menjadi kalimat baik dari segi mu’rob maupun mabni dan hal-hal yang menyertainya”
Berdasarkan definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas hubungan suatu kata dengan kata lain baik dari segi i’rob-nya ataupun bina-nya. Di dalam bahasa Arab, keterkaitan antar kata sangat berpengaruh terhadap status kata tersebut. Suatu kata bisa berubah ketika bertemu dengan kata lain, contohnya sebagai berikut:
- جَاءَ زَيْدٌ (telah datang Zaid)
- رَأَيْتُ زَيْدًا (saya telah melihat Zaid)
- أَقُوْمُ أَمَامَ زَيْدٍ (saya berdiri di depan Zaid)
Pada contoh-contoh tersebut kita bisa melihat perubahan harokat yang terjadi pada lafadz زَيْدٌ. Perubahan tersebut terjadi karena adanya hubungan kata زيد dengan kata sebelumnya. Ketika rofa (زيدٌ) posisinya sebagai fa’il, ketika nashob (زيدًا) sebagai maf’ul bih (objek), dan ketika khofad (زيدٍ) sebagai madzruf (keterangan).
Objek Kajian Ilmu Nahwu (موضوعه)
Ilmu nahwu merupakan salah satu kaidah bahasa Arab yang fokus membahas hubungan suatu kata dengan kata lainnnya dalam bahasa Arab. Hubungan kata tersebut mempengaruhi status struktur kalimat bahasa Arab. Berhubung pembahasannya mengenai hubungan kata dengan kata lainya dalam bahasa Arab, maka objek kajiannya adalah kata-kata bahasa arab (الكلمات العربية).
Tujuan Mempelajarinya
Mempelajari suatu bidang keilmuan tentunya ada tujuan yang melatarbelakangi kenapa mempelajarinya. Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid memberikan gambaran mengenai tujuan dari mempelajari ilmu nahwu sebagai berikut:
صِيَانَةُ اللِّسَانِ عَنِ الْخَطَاءِ فِي الْكَلَامِ الْعَرَبِيِّ وَفَهْمُ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَالْحَدِيْثِ النَّبَوِيِّ فَهْمًا صَحِيْحًا، اللَّذَيْنِ هُمَا اَصْلُ الشَّرِيْعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وَعَلَيْهِمَا مَدَارُهَا
“Menjaga lisan dari kesalahan berbahasa Arab dan memahami dengan benar al-Qur’an al-Karim dan Hadits Nabi, yang keduanya merupakan landasan hukum Islam.”
Tujuan mempalajarinya yaitu agar kita bisa menjaga lisan dari kesalahan berbahasa Arab. Orang yang memahami ilmu nahwu dengan benar akan mampu mengimplementasikannya ketika berbahasa Arab. Setiap kata yang terucap akan diperhatikan kaidah bahasanya. Tidak asal berucap, tidak asal menyusun kalimat, semua terstandar sesuai aturan kaidahnya. Selain terjaga ketika berbahasa, juga untuk membantu dalam memahami nash-nash al-Qur’an dan al-Hadits dengan pemahaman yang shahih (benar).
Urgensi Mempelajari Ilmu Nahwu
Hukum mempelajarinya yaitu fardu kifayah dan menjadi fardu ‘ain bagi orang-orang yang hendak memahami al-Quran dan al-Hadits. Dengan bekal ilmu nahwu yang benar seseorang akan terbantu untuk memahami nash-nash al-Quran dan al-Hadits. Tidak cukup hanya dengan modal kosa kata (mufrodat) bahasa Arab saja. Jika hanya mengandalkan kosa kata untuk memahami keduanya pastinya akan menghadapi kesulitan untuk memahami maknanya yang benar. Tidak hanya itu, bahkan bisa berakibat salah makna.
Walaupun untuk memahami nash-nash al-Quran dan al-Hadits perlu tambahan ilmu lainnya, seperti morfologi, semantik dan ilmu balaghah sebagai penyempurna, akan tetapi pemahaman ilmu nahwu sangat signifikan. Hal tersebut karena ilmu nahwu ibarat bapak dari ilmu-ilmu bahasa Arab seperti kaidah berikut:
الصَّرْفُ أُمُّ الْعُلُوْمِ وَالنَّحْوُ أَبُوْهَا
“Sharaf adalah ibunya ilmu-ilmu (bahasa Arab) dan Nahwu Bapaknya”
Tidak hanya kaidah tersebut, berikut terdapat syair yang menggambarkan pentingnya mempelajari ilmu nahwu sebagai hiasan untuk seseorang:
النَّحْوُ زَيْنٌ لِلْفَتَى يُكْرِمُهُ حَيْثُ أَتَى # مَنْ لًمْ يَكُنْ يَعْرِفُهُ فَحَقُّهُ أَنْ يَسْكُتَ
“Ilmu nahwu adalah perhiasan seorang pemuda yang dapat memulyakannya di manapun dia berada. Barangsiapa yang tidak mengetahuinya maka diam lebih baik”
Selain itu, terdapat syair imrithi berikut:
وَالنَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلًا أَنْ يُعْلَمَا # إِذِ الْكَلَامُ دُوْنَهُ لَنْ يُفْهَمَا
“Ilmu nahwu adalah ilmu yang lebih utama untuk dipelajari, karena kalam tanpa ilmu nahwu tak akan bisa difahami.”
Wa Allahu ‘Alam.
Daftar Pustaka
Hamid, Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul. 2007. Al-Tuhfah al-Saniyah bi Syarhi al-Muqaddimati al-Ajurrumiyyati. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa al-Syuun al-Islamiyyah
Al-Baijuri, Ibrahim. 2007. Syarh Imrithi. Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah Dahlan,
Ahmad Zaini. Syarh Mukhtashar Jiddan ‘ala Matni al-Ajurrumiyah. Semarang: Karya Toha Putra
Baca juga:
Fail (فاعل); Pengertian, jenis dan contohnya
Mubtada Khobar; Pengertian, Contoh, dan Jenisnya
Kata Dalam Bahasa Arab (Isim, Fi’il, dan Huruf)